2.1. Sebutkan dan jelaskan sejarah tentang televisi analog dan digital.
Transisi dari pesawat televisi analog
menjadi pesawat televisi digital membutuhkan penggantian perangkat pemancar
televisi dan penerima siaran televisi. Agar dapat menerima penyiaran digital,
diperlukan pesawat TV digital.
Namun, jika ingin tetap menggunakan pesawat penerima
televisi analog, penyiaran digital dapat ditangkap dengan alat tambahan yang
disebut rangkaian
konverter (Set Top Box). Sinyal siaran digital diubah
oleh rangkaian konverter menjadi sinyal analog, dengan demikian pengguna
pesawat penerima televisi analog tetap bisa menikmati siaran televisi digital.
Dengan cara ini secara perlahan-lahan akan beralih ke teknologi siaran TV
digital tanpa terputus layanan siaran yang digunakan selama ini.
Proses transisi yang berjalan secara perlahan dapat
meminimalkan risiko kerugian terutama yang dihadapi oleh operator televisi dan
masyarakat. Risiko tersebut antara lain berupa informasi mengenai program
siaran dan perangkat tambahan yang harus dipasang tersebut. Sebelum masyarakat
mampu mengganti televisi analognya menjadi televisi digital, masyarakat
menerima siaran analog dari pemancar televisi
yang menyiarkan siaran televisi digital.
Bagi operator televisi, risiko kerugian berasal dari
biaya membangun infrastruktur televisi digital
terestrial yang relatif jauh lebih mahal dibandingkan dengan membangun
infrastruktur televisi analog. Operator televisi dapat memanfaatkan
infrastruktur penyiaran yang telah dibangunnya selama ini seperti studio, bangunan, sumber daya manusia dan lain sebagainya.
Apabila operator televisi dapat menerapkan pola kerja
dengan calon penyelenggara TV digital. Penerapan pola kerja dengan calon
penyelenggara digital pada akhirnya menyebabkan operator televisi tidak
dihadapkan pada risiko yang berlebihan. Di kemudian hari, penyelenggara
penyiaran televisi digital dapat dibedakan ke dalam dua posisi yaitu menjadi
penyedia jaringan, serta penyedia isi.
Televisi set dengan hanya tuner analog tidak bisa decode
transmisi digital. Ketika penyiaran analog melalui udara berhenti, pengguna set
dengan analog-hanya tuner dapat menggunakan sumber pemrograman (misalnya kabel,
perekam) atau dapat membeli set-top box konverter untuk mendengarkan sinyal
digital. Di Amerika Serikat, kupon yang disponsori pemerintah yang tersedia
untuk meringankan biaya sebuah kotak konverter eksternal. Switch off-analog
(penuh daya stasiun) berlangsung pada tanggal 12 Juni 2009 di Amerika Serikat, 24 Juli 2011 di Jepang, 31 Agustus 2011 di Kanada, 13 Februari 2012 di Negara-negara Arab, dan
dijadwalkan untuk 24 Oktober 2012 di Inggris dan Irlandia, pada tahun 2013 di Australia, pada tahun 2015 di
Filipina dan Uruguay, pada 2017 di Kosta Rika dan pada 2 Januari 2019 di
Singapura.
Industri televisi Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1962 dimulai
dengan pengiriman teleks dari Presiden Soekarno yang berada di Wina kepada Menteri Penerangan Maladi pada 23 Oktober 1961. Presiden Soekarno memerintah Maladi untuk
segera mempersiapkan proyek televisi. TVRI adalah
stasiun televisi pertama yang berdiri di Indonesia.
TVRI melakukan siaran percobaan pada 17 Agustus 1962 dengan pemancar cadangan berkekuatan 100
watt. TVRI mengudara untuk pertama kali tanggal 24 Agustus 1962 dalam acara siaran langsung upacara
pembukaan Asian Games IV dari Stadion
Utama Gelora Bung Karno. Sejak
saat itu dirintis pembangunan stasiun televisi daerah pada akhir tahun 1964.
Kemudian dibentuk stasiun-stasiun produksi keliling (SPK) tahun 1977 sebagai
bagian produksi dan merekam paket acara untuk dikirim dan
disiarkan melalui stasiun pusat TVRI Jakarta di beberapa ibu kota provinsi. Konsep SPK diadopsi oleh
beberapa stasiun televisi swasta berjaringan tahun 1990-an. Televisi swasta
menggunakan kanal frekuensi ultra tinggi (UHF)
dengan lebar pita untuk satu program siaran sebesar 8 MHz.
Migrasi dari sistem penyiaran analog
ke digital menjadi tuntutan teknologi secara internasional. Aplikasi teknologi
digital pada sistem penyiaran televisi mulai dikembangkan di pertengahan tahun
1990-an. Uji coba penyiaran televisi digital dilakukan pada tahun 2000 dengan
pengoperasian sistem digital dilakukan bersamaan dengan siaran analog sebagai
masa transisi.
Tahun 2006, beberapa pelaku bisnis pertelevisian
Indonesia melakukan uji coba siaran televisi digital. PT Super Save Elektronik
melakukan uji coba siaran digital bulan April-Mei 2006 di saluran 27 UHF dengan
format DMB-T (Cina) sementara TVRI/RCTI melakukan
uji coba siaran digital bulan Juli-Oktober 2006 di saluran 34 UHF dengan format
DVB-T. Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informatika Nomor:07/P/M.KOMINFO/3/2007 tanggal 21 Maret 2007 tentang Standar Penyiaran Digital
Terestrial untuk Televisi Tidak Bergerak di Indonesia menetapkan DVB-T
ditetapkan sebagai standar penyiaran televisi digital teresterial tidak
bergerak.
Stasiun-stasiun televisi swasta memanfaatkan teknologi
digital pada sistem penyiaran terutama pada sistem perangkat studio untuk
memproduksi, mengedit, merekam, dan menyimpan program. Sementara itu
penyelenggara televisi digital memanfaatkan spektrum dalam jumlah besar, di mana menggunakan lebih
dari satu kanal transmisi. Penyelenggara berperan sebagai
operator jaringan dengan mentransmisikan program stasiun televisi lain secara
terestrial menjadi satu paket layanan. Pengiriman sinyal gambar, suara, dan
data oleh penyelenggara televisi digital memakai sistem transmisi digital
dengan satelit atau yang biasa disebut sebagai siaran TV
berlangganan.
TVRI telah melakukan peluncuran siaran televisi digital
pertama kali di Indonesia pada 13 Agustus 2008. Pelaksanaan dalam skala yang lebih luas
dan melibatkan televisi swasta dapat dilakukan di bulan Maret 2009 dan
dipancarkan dari salah satu menara pemancar televisi di Joglo, Jakarta Barat. Sistem penyiaran digital di Indonesia
mengadopsi sistem penyiaran video digital standar internasional (DVB) yang
dikompresi memakai MPEG-2 dan dipancarkan secara terestrial (DVB-T) pada kanal
UHF (di Jakarta di kanal 40, 42, 44 dan 46 UHF) serta berkonsep gratis untuk
mengudara. Penerimaan sinyal digital mengharuskan pengguna di rumah untuk
menambah kotak konverter hingga pada nantinya berlangsung produksi massal TV
digital yang bisa menangkap siaran DVB-T tanpa perlu tambahan kotak konverter.
Selain siaran DVB-T untuk pengguna rumah, dilakukan uji
coba siaran video digital berperangkat genggam (DVB-H). Siaran DVB-H
menggunakan kanal 24 dan 26 UHF dan dapat diterima oleh perangkat genggam
berupa telepon seluler khusus.
Keutamaan DVB-H adalah sifat siaran yang kompatibel dengan layar telepon
seluler, berteknologi khusus untuk menghemat baterai, dan tahan terhadap
gangguan selama perangkat sedang bergerak. Jaringan DVB-H di Indonesia
dipercayakan kepada jaringan Nokia-Siemens.
Departemen Komunikasi dan Informasi merencakan untuk
mengeluarkan lisensi penyiaran digital pada akhir tahun 2009 bersamaan dengan
penghentian pemberian izin untuk siaran televisi analog secara bertahap.
Pemerintah telah menetapkan peserta yang mendapat izin frekuensi sementara
untuk menyelenggarakan uji coba DVB-T dan DVB-H di Jakarta yaitu:
Untuk DVB-T
Lembaga Penyiaran Publik TVRI
Untuk DVB-H
Telkom Tbk (Telkomsel dan TELKOMVision)
Perangkat penerima yang akan mendukung uji coba siaran
digital di Indonesia adalah Polytron dengan produk TV digital dan kotak konverter.
Polytron akan mengeluarkan TV digital berukuran 21 inchi dan 29 inchi dengan
harga yang dapat dijangkau masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar